FKDKP dan PPATK Perkuat Sinergi Lawan Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak

Jakarta – Dunia keuangan kembali menegaskan perannya bukan hanya sebagai pilar ekonomi, tetapi juga sebagai benteng moral bangsa. Melalui pelatihan bertajuk “Penggunaan Instrumen Keuangan untuk Memerangi Kejahatan Eksploitasi Seksual Anak (Child Sexual Exploitation)”, Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP) menunjukkan langkah nyata dalam melindungi generasi muda dari kejahatan yang kian kompleks.
Pelatihan yang digelar oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Pusdiklat APU PPT PPATK pada 29–30 Oktober 2025 ini, dibuka oleh Antonius Ketut, Direktur Kepatuhan, AML & ERM Bank Panin yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Pelatihan FKDKP, bersama Kepala Pusdiklat APU PPT PPATK.
Agenda dua hari tersebut ditujukan bagi para analis transaksi keuangan di seluruh Indonesia untuk memperkuat kemampuan mendeteksi dan mencegah kejahatan berbasis eksploitasi seksual anak.
“Tantangan kita di sektor keuangan adalah memastikan bahwa sistem dan instrumen keuangan tidak menjadi sarana untuk membiayai, memfasilitasi, atau menyembunyikan hasil dari kejahatan tersebut,” tegas Antonius Ketut dalam keterangan resmi yang diterima Infobanknews, 29 Oktober 2025.
Ia menambahkan, pelatihan ini menjadi momentum penting untuk memperdalam pemahaman terhadap red flags, tipologi transaksi mencurigakan, serta memperkuat peran gatekeeper sektor keuangan dalam perlindungan anak.
Isu eksploitasi seksual anak (ESA) kini menjadi ancaman lintas negara yang terorganisir. Data INTERPOL (2024) menunjukkan lebih dari 41.800 korban dan 18.100 pelaku di 70 negara. Di Indonesia sendiri, UNICEF (2022) mencatat sekitar 500.000 anak menjadi korban pelecehan dan eksploitasi seksual daring dalam setahun terakhir.
Dari sisi keuangan, PPATK menemukan lebih dari 130.000 transaksi mencurigakan dengan nilai mencapai Rp127,37 miliar, yang diduga berkaitan dengan kejahatan ini.
“Pencegahan ESA dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak bisa dipisahkan,” ujar Antonius Ketut.
Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat, penerapan customer due diligence, dan pelaporan transaksi mencurigakan (LTKM) sebagai wujud tanggung jawab moral sekaligus kepatuhan hukum.
Melalui FKDKP, sektor perbankan berkomitmen memperkuat sinergi lintas lembaga, termasuk dengan PPATK, AATKI, dan ECPAT Indonesia (Ending Sexual Exploitation of Children).
“Dengan semangat kolaborasi, kita membangun sistem keuangan yang tangguh, berintegritas, dan berorientasi pada perlindungan anak,” tutup Antonius Ketut. (*)