Bekal Bagi Penyelenggara ”Pesta”

Hiruk pikuk ‘pesta’ demokrasi negeri ini mulai terasa lagi, tidak hanya lembaga setingkat RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan yang merupakan sebagai garda terdepan sebagai panitya pesta yang harus langsung berhubungan dengan peserta pesta yang mempunyai berbagai macam karakter, tujuan dan permasalahan yang berbeda-beda, dimana ada yang ’cuek’ saja jika namanya tidak masuk dalam DPT, namun tidak sedikit yang menjadi berang karena hak-nya sebagai peserta ‘pesta’ demokrasi tidak terakomodir dengan tidak masukknya nama mereka dalam DPT.

Kesibukan panitya ‘pesta’ (lembaga Pemilu) ditingkat nasional pun tidak kalah ‘heboh’ nya, belum selesai peralatan ‘pesta’ demokrasi melalui Peamilu Legislatif 2009 selesai dibereskan, serta tenaga dan pikiran diistirahatkan sejenak, sudah harus sibuk mempersiapkan penyelenggaraan ‘pesta’ demokrasi yang waktunya sudah didepan pintu (8 Juli 2009) yaitu ‘pesta’ demokrasi untuk memilih pemimpin negeri ini dan ‘panutan’ dan pengayom bangsa ini.

Hati nurani yang bersih

Ada istilah di daerah asal saya, bahwa se-sukses-suksesnya orang punya ‘kerja’ atau ‘pesta’ / hajatan pasti akan mendapatkan bonus kado berupa ‘celaan’ / kritikan, baik dari segi undangan , dimana ada masyarakat yang mendapat undangan ada yang tidak, padahal hak mereka sama karena sama-sama masyarakat dimana pesta tersebut di selenggarakan, ada pula kritikan pada pelaksanaan pesta, seperti jam penyelenggaraan, makanan, hiburan dan lain sebagainya, rupanya suatu tugas yang sangat sulit membuat semua orang puas dan mau menerima dengan lapang dada atas suatu kondisi yang sudah terjadi.

Dengan menyadari hal tersebut, sebenarnya keadaan rasa ketidakpuasan atau ketidakadilan dapat ditepis apabila para panitya / penyelenggara ‘pesta’ dapat mengupayakan penyelenggaraan pesta yang semaksimal mungkin senantiasa berpatokan pada tata urutan atau letentuan serta kesepakatan yang telah dibuat bersama. Selanjutnya apabil penyelenggara sudah melaksanakan tanpa menyimpang sedikitpun dari ketentuan yang telah disepakati maka sebagai pemangku mandat harus mempersiapkan hati seluas samudera terhadap celaan/kritikan yang akan muncul, dengan catatan penyelenggara ‘pesta’ benar-benar telah melaksanakan perhelatan dengan penuh tanggungjawab tidak hanya kepada peserta dan pengunjung ‘pesta’ tapi juga dilandaskan kepada hati nurani yang bersih.

Prasasti warisan sejarah

Ibarat sebuah pesta dimana tuan rumah telah menunjuk penyelenggara pestanya (event organizer) yang tidak hanya membekali dengan biaya/budget, namun juga membekali dengan aturan-aturan atau ‘pranatan’ yang sangat jelas demi berlangsungnya suatu pesta yang meriah namun berlangsung dengan bersih, adil dan memberikan kepuasan bagi semua pihak yaitu pemilik pesta (rakyat) maupun peserta pesta (wakil-wakil rakyat melalui parpol), maka sudah sepantasnyalah bahwa penyelengara pesta (event organizer) harus melaksanakan amanat pemilik pesta dengan penuh tanggungjawab dan menggunakan hati nurani yang bersih, penyelenggara pesta tidak mempunyai hak sama sekali untuk memanfaatkan amanah yang diterimanya itu untuk kepentingan pribadi apalagi condong untuk lebih memberikan fasilitas lebih bagi salah satu peserta ‘pesta’, karena hal itu akan menjadikan timbulnya kado berupa celaan/kritikan dari pengunjung pesta serta ketidak puasan dari pemilik pesta atau rasa pengkhianatan kepercayaan yang diberikan oleh pemilik pesta.

Alangkah indahnya dan luhurnya apabila penyelenggara pestanya (event organizer) mempunyai pemahaman dalam benak dan sanubarinya bahwa tugas yang dipercayakan oleh pemilik pesta merupakan kesempatan untuk mengukir dan memahat suatu prasasti sejarah yang agung bagi dirinya, yang tentusaja dapat menjadikan kebanggakan hidup bagi penerusnya.

Dengan memiliki pemahaman seperti itu, bukan suatu yang mustahil bahwa penyelenggaraan pesta tanggal 8 Juli 2009 yang akan datang akan jauh lebih baik, bersih, adil dan memuaskan bagi sang pemilik pesta yaitu rakyat dan bangsa negeri ini. Bukankah sudah selayaknya dan sepantasnya bahwa seluruh elemen yang ada melayani sang pemilik pesta? Karena kekuasaan tertinggi dan pemilik mandate ada ditangan sang pemilik pesta.

Antonius Ketut

Praktisi dan Pemerhati

Jakarta


“DISCLAIMER : Semua tulisan, artikel, informasi dan gambar yang ada pada blog ini merupakan pendapat pribadi Antonius Ketut Dwirianto selaku pemiliki akun/blog dan tidak dimaksudkan untuk menduplikasi karya pihak lain, mengaburkan data dan informasi, memberikan informasi dan keterangan palsu atau  menyimpang serta memiliki maksud-maksud yang melanggar kode etik dan hukum”